Monthly Archives: Desember 2014

“Desain Pembelajaran” Model Pembelajaran Jerols E. Kemp (1977)

Standar

Model Pembelajaran Jerols E. Kemp (1977)
Oleh : Jerols E. Kemp

Jerols E. Kemp dari California State University di Sanjose mengembangkan model Pengembangan Instruksional yang paling awal bagi pendidikan. Model Kemp memberikan bimbingan kepada para pemakainya untuk berfikir tentang masalah-masalah umum dan
tujuan-tujuan pengajaran.
Tujuan Model Kemp
Model kemp ini dirancang untuk menjawab tiga pertanyaan, yaitu:
• Apa yang harus dipelajari (tujuan pengajaran)
• Apa/bagaimana prosedur, dan sumber-sumberbelajar apa yang tepat untuk mencapai hasil
belajar yang diinginkan (kegiatan dan sumber belajar).
• Bagaimana kita tahu bahwa hasil belajar yang diharapkan telah tercapai (evaluasi).

Langkah – Langkah Model Pembelajaran
Jerols E. Kemp (1977)

1. Pokok Bahasan dan Tujuan Umum (Goals, Topics, and General Purposes)
1. Pengertian Goals dan General Purposes dikombinasikan
jadi satu pengertian menjadi “tujuan umum”
2. Dalam tahap ini hal yang dilakukan adalah menentukan Pokok bahasan dan tujuan umum
• Pokok bahasan _ menjadi dasar pengajaran dan menggambarkan ruang lingkupnya.
• Tujuan umum _ tersebut sangat luas . Apabila kita batasi, mungkin tujuan tersebut merupakan pernyataan dari masyarakat, siswa, atau bidang studi.
2.Menganalisis Karakteristik Siswa
• Tujuan mengetahui karakteristik siswa adalah untuk mengukur, apakah siswa akan mampu,
mencapai tujuan belajar atau tidak.
• Hal-hal yang perlu diketahui dari siswa bukan hanya dari factor akademisnya, tetapi juga dilihat factor-faktor sosialnya, sebab kedua hal tersebut mempengaruhi proses belajar.
3. Tujuan Belajar (Learning Objective)
Tujuan belajar harus :
• Dinyatakan dengan melakukan keaktifan/ kegiatan siswa
• Dapat diukur apakah kelak tujuan dapat dicapai atau tidak
• Dapat ditulis lebih dahulu atau kemudian setelah isi pelajaran disusun garis besarnya.
Pada umumnya tujuan dikatergorikan dalam tiga kawasan yaitu :
1. Tujuan kognitif.
2. Tujuan psikomotor
3. Tujuan afektif

4. Isi Pokok Bahasan (Subject Content)
• Subject Content adalah materi atau isi pokok bahasan. Ini harus spesifik dan erat hubngannya dengan tujuan (learning objectives).
• Pokok bahasan yang diajarkan hendaknya memiliki relevansi dengan kebutuhan siswa, baik untuk dihubungkan dengan mata pelajaran berikutnya maupun untuk kebutuhan pengabdian masyarakat, karier, atau kepentingan lain. Seperti:
1. Mempelajari materi pokok bahasan dari buku teks yang dianjurkan.
2. Kemungkinan yang akan berubah atau berkembang di masa depan (menjadi beberapa sub pokok bahasan)
5. Penjajakan terhadap Siswa (Pre-assessment)
• Tujuan dari langkah penjajakan terhadap siswa adalah untuk menguji, Apakah siswa sudah siap dan mampu mempelajari pokok bahasan yang akan diajarkan.
• Jadi, pre-assessment adalah mengujicobakan rencana pokok bahasan, tujuan belajar dari rencana isi.
• Data dari hasil pre-asessment ini kemudian diolah untuk disimpulkan:
1. Apakah tujuan belajar yang telah ditentukan mungkin dapat dicapai dengan kondisi dan situasi siswa seperti data yang didapat oleh karakteristik siswa.
2. Apakah siswa berminat terhadap pokok bahasan sesuai dengan tujuan belajar.
3. Apakah yang perlu diajarkan dan apa yang tidak sesuai dengan perencanaan isi pokok bahasan. bila ternyata hasil pre-asessment tidak dapat memenuhi hal diatas tersebut, maka perencanaan desain perlu direvisi
6. Kegiatan Belajar-Mengajar dan Media (Teaching/Learning Activities and Resource)
• Kegiatan Belajar-Mengajar
Tiga jenis kegiatan belajar-mengajar adalah :
1. Pengajaran kelasikal
2. Belajar mandiri
3. Interaksi antara pengajar dan siswa

• Media (instructional resource)
Bagaimana memilih media? Tiga kesulitan yang umumnya dihadapi
di dalam pemilihan media antara lain :
1. media itu banyak macam dan menimbulkan keraguan,
2. tidak ada keharusan walaupun sudah ada pedoman, dan
3. tidak semua pengajar mempunyai pengalaman luas dalam
pemakaian media.
7. Pelayanan penunjang (Support Services)
• Pelayanan penunjang tersebut dimulai dari awal penyusunan desain sampai dengan berakhirnya proses belajar-mengajar.
• Adapun petugas yang menunjang mulai dari perencanaan desain sampai dengan tuntasnya
pelaksanaan program secara menyeluruh dan lengkap adalah sebagai berikut :
a. Tenaga ahli dan pembantu
b. Pengadaan bahan
c. Fasilitas
d. Peralatan
e. Penjadualan waktu
8. Evaluasi
Sekurang-kurangnya ada dua macam cara mengukur pencapaian hasil belajar siswa yaitu dengan :
1. Norm Referenced Testing
2. Criterion Referenced Testing
• Menilai Tujuan Belajar Kognitif
dipergunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengukur, menghubungkan, mengintegrasi, dan menilai suatu ide.
• Menilai Tujuan Belajar Psikomotor
Tujuan belajar psikomotor bersifat keterampilan (motor skill). Jadi tujuan belajarnya adalah siswa dapat/terampil mengerjakan sesuatu
• Menilai Tujuan Belajar Afektif
Menilai tujuan belajar siswa yang berhubungan dengan sikap dan nilai.

Kelebihan
Dalam Model Pembelajaran Kemp ini di setiap melakukan langkah atau prosedur terdapat
revisi terlebih dahulu untuk menuju ke tahap berikutnya, sehingga apabila terdapat kekurangan atau kesalahan ditahap tersebut, dapat dilakukan perbaikan terlebih dahulu barulah dapat melangkah ke tahap berikutnya.

Kekurangan
Model Pembelajaran Jerols E. Kemp ini agak condong ke pembelajaran klasikal atau pembelajaran di kelas, sehingga peran guru disini mempunyai pengaruh yang besar, karena guru dituntut dalam rangka program pengajaran, instrument evaluasi, dan strategi pengajaran.

TELAAH KURIKULUM “Pengaruh Politik Terhadap Perubahan Kurikulum”

Standar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Jika anda mendengar kata pendidikan tentu sudah tidak asing di telinga anda, bisa dikatakan semua yang kita lakukan melalui proses pendidikan, nah berbicara pendidikan secara formal tentu tidak lepas dari yang namanya kurikulum, perubahan kurikulum di berbagai Negara tentunya sebagai langkah menjadikan pendidikan itu sendiri dapat lebih berkualitas.
Berbicara Perubahan kurikulum pendidikan yang ada di berbagai Negara tidak dapat di lepaskan dengan kondisi politik di Negara tersebut, dan itu tidak menutup kemungkinan kurikulum akan berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi politik yang memengaruhi negara pada saat itu.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum, diantaranya filosofis, psikologis, sosial budaya, politik, pembangunan negara dan perkembangan dunia, dan ilmu dan teknologi (IPTEK), dalam makalah ini saya akan mengangkat salah satunya, yakni faktor politik.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi adalah suatu realita masyarakat dan bangsa Indonesia. Realita tersebut memang berposisi sebagai objek periferal dalam proses pengembangan kurikulum nasional.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep politik penididikan ?
2. Bagaimana fungsi politik pendidikan ?
3. Bagaimana Hubungan Politik dengan Perubahan kurikulum ?

C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui konsep politik pendidikan.
2. Untuk mengetahui fungsi politik pendidikan.
3. Untuk mengetahu hubungan politik drngan prubahan kurikulum.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Politik Pendidikan
Dale mebedakan antara politik pendidikan dan pendidikan politik dengan mengemukakan pernyataanya. Menurutnya, pendidikan politik adalah studi terhadap efektifitas sistem pendidikan dan bentuk-bentuk pengelolaan pendidikan dalam mencapai tujuan yang dibebankan kepada mereka. Dale kemudian mengemukakan tiga ciri utama studi ini:
1. mempertanyakan proses pembuatan keputusan
2. mereduksi politik menjadi administrasi, dan
3. terfokus pada machinary (perangkat kerja).
Sedangkan politik pendidikan menurut Dale adalah relasi antara produksi tujuan-tujuan dan bentuk-bentuk pencapainya. Fokusnya ada pada kekuatan yang menggerakkanmachinary, bagaimana dan dimana machinary tersebut diarahkan. Konsentrasi kajian politik pendidikan bagi Dale ada pada peranan negara. Ia yakin dengan melalui studi tentang politik pendidikan dapat menerangkan pola-pola, kebijakan, dan proses pendidikan dalam masyarakat secara memadai, di samping memungkinkan kita untuk mempertanyakan persoalan-persoalan diseputar asumsi, maksud dan outcome berbagai strategi perubahan pendidikan.
Istilah politik pendidikan merupakan proses pembuatan keputusan-keputusan penting dan mendasar dalam bidang pendidikan baik ditingkat lokal maupun nasional. Definisi ini dikemukakan Kimbroug dengan meminjam pengertian politik yang disampaikan Kammerer sebagai proses pembuatan keputusan-keputusan penting yang melibatkan masyarakat luas. Kimbroug lalu menyatakan bahwa pendidikan publik bersifat politis. Mereka yang terlibat dalam manajemen pendidikan publik adalah para politisi, manakala mereka menuntut keputusan, harus melalui proses politik. Dari pernyataan Kimbrough ini kita dapat menyatakan bahwa proyek-proyek penting dalam bidang pendidikan terkait dengan konsep ekonomi, sistem sosial, keuangan, fungsi pemerintah, dan bisinis yang kesemuanya melahirkan aktivitas politik dan bersifat partisan. Oleh sebab itu para pimpinan lembaga pendidikan akan berhasil, jika memahami elemen-elemen penting dari struktur kekuasaan dan menggunakan pengetahuan ini dalam melaksanakan politik sekolah. Ketidaktahuan atas proses politik, pimpinan lembaga pendidikan akan mengalami disinformasi tentang sejauhmana prsedur demokratis terlibat dalam pembuatan keputusan. Para administrator pendidikan saatnya harus melihat aktor-aktor lain dalam sistem pengambilan keputusan. Pada konteks berfikir seperti inilah wawasan tentang politik pendidikan penting bagi siapapun yang konsern dengan persoalan pendidikan.
Berdasarkan pemikiran yang telah disampaikan di atas politik pendidikan, dapat dimaknai sebagai penggunaan kekuasaan untuk mendesakkan kebijakan pendidikan. Sifatnya, bisa keras dan bisa lunak. Politik pendidikan dikategorikan keras apabila melibatkan kekuatan (fisik) untuk mendesakkan implementasi kebijakan tertentu. Sebaliknya, politik pendidikan lunak menekankan implementasi kekuasaan secara halus (subtle) lewat strategi taktis. Aksi pemogokan guru, unjuk rasa para guru, merupakan wujud politik pendidikan yang keras. Dalam aksi itu, para pendidikan mengolah potensi kekuasaan kolektif—mogok—untuk menghasilkan kekuatan nyata guna memengaruhi tatanan keseharian masyarakat (menghentikan kegiatan belajar-mengajar). Strategi politik seperti itu digunakan untuk melawan politik ”lunak” pemerintah terkait anggaran pendidikan dan tunjangan kesejahteraan guru dan sebagainya. Sementara upaya yang dilakukan oleh kalangan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia dengan jalan memberi masukan kepada pemerintah tentang kebijakan pendidikan merupakan bagian dari strategi politik lunak. Pencantuman pasal tentang besaran anggaran pendidikan yang harus dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam UUD 1945 merupakan keberhasilan dalam menjalankan strategi lunak para pendidik.
Kalangan pendidik saatnya mencoba menyelami dunia politik. Maksudnya, masyarakat pendidikan harus aktif mempengaruhi para pengambil keputusan di bidang pendidikan. Dengan begitu kaum pendidik tidak lagi terkungkung dalam dunianya, melainkan memiliki ruang gerak yang lebih leluasa dan signifikan. Jangan sampai ada apriori berlebihan yang menganggap politik itu selalu bermuka dua dan berkubang kemunafikan, sehingga dengan mempolitikkan pendidikan berarti melakukan perbuatan tercela. Paling tidak kaum pendidik harus berani memberikan pencerahan kepada para politisi bahwasanya pendidikan itu bersifat antisipatoris dan prepatoris, yaitu selalu mengacu ke masa depan dan selalu mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi kehidupan mendatang. Kalau kemudian ada kesan bahwa pendidikan tak dapat berbuat apa-apa saat ini, harus dimaklumi namun ke depan, ia akan punya andil yang sangat besar dalam membentuk tata kehidupan ekonomi dan politik.
Inilah yang disebut dengan keberanian kaum pendidik meluruskan arah pemikiran politisi tentang pendidikan sudah barang tentu merupakan terobosan besar, yang pada saatnya nanti diharapkan akan mampu melahirkan suatu budaya politik baru, budaya politik yang akan mendorong pelaku politik kita bertindak jujur dan cerdas, atau paling tidak bersedia meredusir unsur-unsur hedonistis dan mengoptimalkan watak humanistik-patriotik. Inilah alasan belakangan disebut sebagai pendidikan politik.

B. Fungsi Politik Pendidikan
Paling tidak ada dua pernyataan yang turut mempengaruhi berkembangnya pemikiran politik pendidikan. Pernyataan pertama dikemukakan oleh David Easton dalam artikel terkenalnya The Function of Formal Education in a Political System pada tahun 1957 dan Thomas H. Eliot dengan artikelnya American Political Science Review ada tahun 1959. easton mengatakan bahwa institusi pendidikan memainkan fungsi politik penting dan membuktikan secara singkat sebagai agen sosial politik. Eliot mendemonstrasikan aspek-aspek politik di tingkat lokal. Ia mengatakan bahwa suka atau tidak suka, para pengelola sekolah terlibat dalam politik, karena sekolah-sekolah lokal adalah unit-unit pemerintahan. Eliot menegaskan bahwa politik mencakup pembuatan keputusan-keputusan pemerintah, dan upaya atau perjuangan untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan untuk membuat keputusan-keputusan tersebut. Sekolah-sekolah publik adalah bagian dari pemerintah. Maka dari itu lembaga ini merupakan entitas politik.
Dari pendekatan yang dikemukakan Eliot dan Easton, kita dapat menyelami nilai manfaat kajian politik pendidikan. Tugas utama kajian ini mengungkapkan cara-cara yang digunakan kelompok-kelompok kependidikan dalam upaya mereka untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka dan untuk memaksimalkan alokasi dana pemerintah untuk mereka. Dalam kaitan ini, maka studi politik pendidikan mengungkapkan cara-cara yang ditempuh pemerintah dalam menggunakan pendidikan sebagai alat untuk memperkuat posisinya dan menutup peran-peran aktivitas subversif terhadapnya. Contohnya, bagaimana rezim otoriter memperkuat posisinya dengan ketat mengontrol pendidikan dan bagaimana semua rezim menggunakan pendidikan memperkuat sentimen kebangsaan dalam rangka memaksimalkan kekuasaan negara. Pertanyaanya adalah bagaimana hal itu dilakukan? Tentu dalam hal dimana institusi pendidikan memiliki ketergantungan terhadap rejim berkuasa (pemerintah). Sekolah-sekolah dan Perguruan Tingi memiliki kepentingan yang sangat tinggi pada pemerintah, terutama dalam hal akses pendanaan, penempatan lulusan dan sebagainya. Sekolah dan Perguruan Tingi tentu tidak bisa berjalan sendiri, tanpa input dari pemerintah, dan dalam konteks itulah maka pemerintah yang dipimpin oleh rezim berkuasa memiliki ikatan bersama dengan lembaga-lembaga pendidikan. Dengan begitu, pendidikan menjadi alat yang dapat dimanfaatkan untuk mengungkap persaingan kekuasaan baik secara internal maupun eksternal. Diantara berbagai institusi dan praktek yang secara signifikan mempengaruhi stabilitas dan transformasi sistem politik adalah pendidikan.
Melalui pendekatan filosofis, fungsi politik dalam pendidikan mengungkap jenis-jenis penyelenggaraan pendidikan, pengembagan kurikulum maupun pengembangan organisasi, dalam rangka menanamkan konsep-konsep filosofis tentang masyarakat politik yang baik atau tatanan sosial yang baik. Berkenaan dengan fungsi ini, maka Easton kemudian mengajukan pertanyaan, apa peran yang harus dimainkan oleh pendidikan dalam rangka membangun warga negara yang baik? Kajian tentang hal ini telah banyak dijawab dalam beberapa karya Reisner (1992), McCully (1959), Talmon (1952), dan Cobban (1938). Dari mereka para pendidik mendapatkan pernyataan bahwa sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan mempersiapkan generasi muda untuk menjadi warga negara yang aktif. Para insan pendidikan telah memusatkan tugas-tugas mereka pada pengembangan program-program pelatihan kewarganegaraan dengan mempromosikan kesetiaan kepada gagasan pemerintahan demokrasi.
Dale dan Apple, (1989) melihat fungsi politik pendidikan dari sudut pandang relasi negara dan pendidikan. Keduanya menemukan bahwa sekolah menjadi salah satu objek politik modern dimana kita dapat menyaksikan bagaimana kesadaran (consent) dan hegemoni tertentu terbangun dan mengalami kehancuran.Perubahan kurikulum disetiap periodesasi kepemimpinan di departemen pendidikan nasional adalah salah satu bukti tentang kesadaran hegemoni terbangun dan hancur.
Berbagai persoalan yang muncul belakangan dalam dunia pendidikan seperti unjuk rasa para guru, mahasiswa, depat publik tentang isu-isu pendidikan, terutama alokasi anggaran pendidikan dalam APBN dan APBD, otonomi lembaga pendidikan, tidak hanya membutuhkan pemahaman superficial tentang konteks politik dimana sekolah diselenggarakan, tetapi juga membutuhkan pemahaman tentang proses-proses yang menghasilkan berbagai keputusan mendasar tentang pendidikan disemua jenjang administratif. Disinilah fungsi politik pendidikan menjadi sangat diperlukan.

C. Hubungan Politik dengan Perubahan kurikulum
Perubahan kurikulum yang ada di berbagai negara tidak pernah lepas dari kondisi politik yang sedang berlaku di negara tersebut. Untuk itu, tidak menutup kemungkinan kurikulum akan berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi politik yang memengaruhi negara pada saat itu.

Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Hamid Hasan, dalam rapat dengan Panja Kurikulum DPR RI, Rabu (22/1/2013). Hamid mengatakan bahwa fakta ini juga terjadi di beberapa negara besar seperti Amerika dan Jepang yang mengubah kurikulum dalam waktu singkat karena adanya pergolakan politik di negara tersebut.
“Contoh saja Jepang, baru dua tahun pernah mengubah kurikulum hanya karena aspek politik. Jadi waktu itu terkait penjajahan Jepang, konten dalam pelajaran sejarahnya ada yang dihilangkan dengan maksud agar generasi saat itu tetap memiliki nasionalisme dan kecintaan terhadap negara,” katanya.
“Jadi, tidak ada satu pun kurikulum bebas dari pengaruh politik. Itu sudahestablished dalam kurikulum. Begitu power politik itu berubah, akan ada berpengaruh juga pada kurikulum,” tambah pria yang menjabat sebagai Ketua Tim Inti Pengembangan Kurikulum 2013 ini kemudian.
Anggota Panja Kurikulum DPR RI, Raihan Iskandar, mengatakan, untuk meminimalisasi perubahan kurikulum akibat kondisi politik yang berubah, ada baiknya dibuat Rencana Strategis (Renstra) Pendidikan yang jelas dan kuat. Pasalnya, muncul kekhawatiran kurikulum akan kembali dirombak pada 2014 mendatang.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Wiles Bondi (dalam Sudrajat, 2008) dalam bukunya `Curriculum Development: A Guide to Practice’ turut menjelaskan pengaruh politik dalam pembentukan dan pengembangan kurikulum.
Hal ini jelas menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh proses politik, kerana setiap kali tampuk pimpinan sesebuah negara itu bertukar, maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah.
Walaupun kekuasaan politik terpusat pada berbagai kelompok dan individu, efektifitas dan kegunaannya dibentuk oleh berbagai institusi.pola institusional pendidiikan publik mungkin saja tampak kokoh, cukup mantap, sehingga untuk dapat berhasil, setiap proposal perlu menyesuaikan diri dengannya).
Elliot (1959: 1047) menambahkan bahwa salah satu komponen terpenting pendidikan, kurikulum,misalnya, dapat menjadi media sosialisasi politik. Menurutnya, kurikulum di suatu lembaga pendidikan memiliki tiga sumber utama. Pertama: pendapat kelompok profesional pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh institusi-institusi pelatihan guru dan seringkali merefleksikan atau mengadaptasi ide dari individu-individu yang didewa-dewakan, seperti John Dewey, John Lock, dan William Stern. Kedua, kebutuhan akan dana. Ketiga,aktivitas kelompok-kelompok berpengaruh, seperti asosiasi industri, perserikatan, dan beberapa organisasi kebangsaan yang memiliki semangat patriotik.
Fungsi politik pendidikan secara khusus juga dapat diaktualisasikan melalui proses pembelajaran. Menurut Massialas (1969: 18-79 dan 155), proses pembelajaran bisa bersifat kognitif (misalnya, mendapatkan pengetahuan dasar tentang suatus sistem), bisa bersifat afektif (misalnya, mengetahui sikap-sikap positif dan negatif terhadap penguasa atau simbol-simbol), bisa bersifat evaluatif (misalnya, menilai peran-peran politik berdasarkan standar tertentu), atau bisa bersifat motivatuf (misalnya, penanaman rasa ingin berpartisipasi). Sebagian besar unsur-unsur pembelajaran tersebut dapat dirancang dan diarahkan sedemikian rupa untuk memenuhi tuntutan politik tertentu.
Di banyak negara totaliter dan negara berkembang, pemimpin politik sangat menyadari fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan politik. Mereka melakukan berbagai cara untuk mengontrol sistem pendidikan dan menitipkan pesan-pesan politik melalui metode dan bahan ajar (curriculum content) pendidikan. Di negara-negara Komunis, misalnya, metode brain washing digunakan secara luas membentuk pola pikir kaum muda, agar sejalan dengan doktrin komunisme.
Dari generasi ke generasi negarawan dan pemimpin politik telah menyadari dampak yang dapat ditimbulkan oleh sistem pendidikan terhadap kehidupan politik. Mereka menyadari bahwa negara tidak dapat mengabaikan sekolah jika ingin mencapai tujuan-tujuannya, termasuk tujuan untuk mempertahankan kekuasaan. Mengingat besarnya peluang untuk mengarahkan berbagai unsur kependidikan pada kebutuhan politik tertentu, tidak heran apabila pendidikan sering kali memainkan peran sentral dalam menemukan arah perubahan politik.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Proses perkembangan kurikulum sebagai sifatnya yang sentiasa berubah turut dipengaruhi oleh faktor-faktor persekitaran yang merangsang reaksi manusia yang terlibat dalam kepentingannya. Hasrat terhadap perubahan kurikulum itu menggambarkan keperluan pendidikan yang menjadi wadah penerus kemajuan bangsa dan negara itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kurikulum adalah elemen yang saling berkait antara satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kurikulum itu sendiri mencerminkan idealisme dan perubahan keperluan masyarakat dan negara, melalui institusi persekolahan yang akan meneruskan kebudayaan.
Pengaruh politik didalam dunia pendidikan sangatlah kuat, karena para pengambil kebijakan di bidang pendidikan tetap bersikap acuh tak acuh dan tidak mau mengambil keputusan apapun untuk menjadikan dunia pendidikan bersih dari praktik-praktik bisnis politik.

METODOLOGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “Jenis-jenis Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”

Standar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang sistematis dan berurutan. Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran perlu direncanakan dengan baik. Beberapa kompetensi yang harus dikuasai Guru Agama Islam pada khususnya adalah merencanakan dan mendesain pembelajaran. Seorang Guru penidikan agama Islam perlu memiliki Kompetensi merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil dan proses pembelajaran.
Adapun bentuk kompetensi guru Guru penidikan agama Islam diantaranya adalah dituntut untuk banyak berkreasi dan berinovasi dalam segala hal, termasuk di dalamnya adalah berkreasi dalam hal menentukan strategi, metode, media dan alat evaluasi dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan yang baik kepada anak didik untuk memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar.
Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru agama Islam memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar pendidikan agama Islam yang telah dirumuskan, baik tujuan belajar yang dirumuskan secara eksplisit dalam proses belajar mengajar, maupun hasil ikutan yang didapat dalam proses belajar, misalnya kemampuan berpikir kritis, kreatif, sikap terbuka setelah anak didik mengikuti diskusi kecil kelompok kecil dalam proses belajar.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam ?
2. Hal apa yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam ?
3. Apa saja jenis-jenis metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam ?

C. Tujuan masalah
1. Pengertian metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam
2. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam
3. Jenis-jenis metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Pembelajaran
Istilah metode pengajaran terdiri dari kata “metode dan pengajaran”. Dan secara etimologi istilah metode berasal dari bahasa (Greeka) yang terdiri dari dua suku kata yaitu metha artinya melewati atau melalui dan hodos artinya jalan atau cara, adapun pengajaran berasal dari kata “ajar” ditambah dengan awalan “me” menjadi “mengajar” berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran. Pengajaran yang artinya bahan pelajaran yang disajikan atau proses penyajian bahan pelajaran. Dalam uraian ini istilah pengajaran diartikan sebagai proses penyajian bahan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan agar orang lain itu menerima, menguasai dan mengembangkan bahan itu
Para ahli merumuskan berbagai ta’rif tentang metode pengajaran di antaranya ialah sebagai berikut:
a. Depag RI menta’rifkan bahwa “Metode pengajaran adalah cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadalan hubungan dengan pelajar pada saat berlangsungnya pengajaran”.
b. Muhammad Athiyah al-Abrasyi menta’rifkan pula bahwa “Metode pengajaran adalah jalan yang diikuti untuk memberikan pengertian pada murid-murid tentang segala macam materi dalam berbagai pelajaran”.
c. Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, merumuskan pula sebagai berikut: “Metode pengajaran itu adalah suatu teknik penyampaian bahan pelajaran kepada murid, ia dimaksudkan agar murid dapat menangkap pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna oleh anak didik dengan baik”
d. Marasudin Siregar menta’rifkan bahwa “Metode pengajaran adalah merupakan suatu proses interaksi edukasi dalam proses belajar mengajar antara peserta didik dengan pendidik. Peserta didik di satu pihak dan pendidik di pihak lain”.
Dari beberapa pengertian para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran adalah suatu cara atau jalan yang berfungsi sebagai alat yang digunakan dalam menyajikan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan.
Metode Pembelajaran PAI dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh seorang guru agama dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan pendidikan pendidikan Islam.

B. Hal-hal yang Harus Dipertimbangkan dalam Memilih Metode Pembelajaran PAI
Dalam memilih dan menganalisis metode pembelajaran, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Keadaan murid yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan, kematangan, perbedaan individu lainnya.
2. Tujuan yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan daerah kognitif maka metode driil kurang tepat digunakan.
3. Situasi yang mencakup hal yang umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan. Bila jumlah murid begitu besar, maka metode diskusi agak sulit digunakan apalagi bila ruangan yang tersedia kecil. Metode ceramah harus mempertimbangkan antara lain jangkauan suara guru.
4. Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang akan digunakan. Bila metode eksperimen yang akan dipakai, maka alat-alat untuk eksperimen harus tersedia, dipertimbangkan juga jumlah dan mutu alat itu.
5. Kemampuan pengajar tentu menentukan, mencakup kemampuan fisik, keahlian.
6. Sifat bahan pengajaran. Ada bahan pelajaran yang lebih baik disampaikan lewat metode ceramah, ada yang lebih baik dengan metode driil, dan sebagainya. Demikianlah beberapa pertimbangan dalam menentukan metode yang akan digunakan dalam proses interaksi belajar mengajar.
Hal-hal diatas perlu diperhatikan oleh seorang pendidik dalam rangka memilih dan menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan, karena kebanyakan pendidik hanya menggunakan satu metode saja yang hal itu akan membuat peserta didik menjadi bosan dan akan mengabaikan proses pembelajaran.
C. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran PAI
Berikut adalah jenis-jenis strategi pembelajaran secara umum:
1. Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi Pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai pelajaran dengan optimal. Metode pembelajaran yang sering digunakan adalah metode ceramah.
2. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi Pembelajaran inkuiri adalah rangkain kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan anilitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah.
3. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang menggunakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan yang memiliki latar belakang kemampuan, jenis kelamin, rasa tau suku yang berbeda.

D. Jenis-jenis Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Strategi pengorganisasian;
2) Strategi penyampaian, dan
3) Strategi pengelolaan pembelajaran.
Ada sejumlah cara yang dapat ditempuh atau sejumlah metode interaksi yang dapat dipertimbangkan sebagai alternatif-alternatif untuk membina tingkah laku belajar secara edukatif dalam berbagai proses interaksi. Adapun metode-metode tersebut macamnya adalah sebagai berikut:

1. Metode Teladan
Dalam al-Qur’an kata teladan disamakan pada kata Uswahyang kemdian diberikan sifat dibelakangnya seperti sifat hasanahyang berarti baik. Sehingga dapat terungkapkan menjadi Uswatun Hasanah yang berarti teladan yang baik. Kata uswah dalam al-Qur’an diulang sebanyak enam kali dengan mengambil contoh Rasullullah SAW, Nabi Ibrahim dan kaum yang beriman teguh kepada Allah. Firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab ayat 21 :

                 
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Metode ini dinggap sangat penting karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan aktif yang terwujud dalam tingkah laku (behavioral).

2. Metode Kisah-kisah
Di dalam al-Qur’an selain terdapat nama suatu surat, yaitu surat al-Qasash yang berarti cerita-cerita atau kisah-kisah, juga kata kisah tersebut diulang sebanyak 44 kali.Menurut Quraish Shihab bahwa dalam mengemukakan kisah di al-Qur’an tidak segan-segan untuk menceritakan “kelemahan manusiawi”. Firman Allah SWT QS. Al-Kahf. 66-78

    •         •                            •     •       •                   •                  •                     •                      •                                    • • 
66. Musa Berkata kepada Khidhr: “Bolehkah Aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang Telah diajarkan kepadamu?”
67. Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama Aku.
68. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”
69. Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati Aku sebagai orang yang sabar, dan Aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun”.
70. Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai Aku sendiri menerangkannya kepadamu”.
71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu Telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
72. Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah Aku Telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”.
73. Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum Aku Karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani Aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”.
74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan Karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu Telah melakukan suatu yang mungkar”.
75. Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”
76. Musa berkata: “Jika Aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan Aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”.
77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”.
78. Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara Aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Kisah atau cerita sebagai metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari akan adanya sifat alamiah manusia yang menyukai cerita dan menyadari pengaruh besar terhadap perasaan. Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu tehnik pendidikan. Islam mengunakan berbagai jenis cerita sejarah factual yang menampilkan suatu contoh kehidupan manusia yang dimaksudkan agar kehidupan manusia bisa seperti pelaku yang ditampilkan contoh tersebut(jika kisah itu baik). Cerita drama yang melukiskan fakta yang sebenarnya tetapi bisa diterapkan kapan dan disaat apapun.

3. Metode Nasehat
Al-Qur’an juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal nasihat. Tetapi pada setiap nasihat yang disampaikannya ini selalu dengan teladan dari I pemberi atau penyampai nasihat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasihat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat melengkapi. Firman Allah SWT QS. Al-A’raf 79

             • 
Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku Sesungguhnya Aku Telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan Aku Telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat”.

4. Metode Ceramah
Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan dengan katakhutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini dekat dengan katatablih,yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan suatu ajaran.
Pada masa lalu hingga sekarang metode ini masih sering digunakan, bahkan akan selalu kita jumpai dalam setiap pembelajaran. Akan tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode lain. Karena kekurangan metode ini adalah jika sang penceramh tidak mampu mewakili atau menyampaikan ajaran yang semestinya haus disampaikan maka metode ini berarti kurang efektif. Apalagi tidak semua guru atau pendidik memiliki suara yang keras dan konsisten, sehingga jika menggunakan metode ceramah saja maka metode ini seperti hambar. Firman Allah SWT QS. Yasiin 17.

     
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.

5. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara mengajar di mana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir di antara murid-murid.
Didalam al-Qur’an hal ini juga digunakan oleh Allah agar manusia berfikir. Pertanyaan-pertanyaan itu mampu memancing stimulus yang ada. Adapun contoh yang paling jelas dari metode pendidikan Qur’an terdapat didalam surat Ar-Rahman. Disini Allah SWT mengingatkan kepada kita akan nikmat dan bukti kekuasaan-Nya, dimulai dari manusia dan kemampuannya dalam mendidik, hingga sampai kepada matahari, bulan, bintang, pepohonan, buah-buahan, langit dan bumi. Firman Allah SWT QS. Ar- Rahman 13.
    
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

6. Metode Diskusi
Metode ini biasanya erat kaitannya dengan metode lainnya misalnya metode ceramah, karyawisata dan lain-lain karena metode diskusi ini adalah bagian yang terpenting dalam memecahkan suatu masalah (problem solving). Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok, pertanyaaan atau problema, di mana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.
Metode diskusi diperhatikan dalam al-Qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap sesuatu masalah. Sama dengan metode diatas metode diskusi merupakan salah satu metode yang secara tersirat ada dalam al-Qur’an. Firman Allah SWT QS. An-Nahl 125

             •     •       
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dari ayat diatas Allah telah memberikan pengajaran bagi umat Islam agar membantah atau berargument dengan cara yang baik. Dan tidak lain itu bisa kita temui dalam rangkaian acara yang biasa disebut diskusi.
Diskusi juga merupakan metode yang langsung melibatkan anak didik untuk aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Diskusi bisa berjalan dengan baik jika anak didik yang menduskisikan suatu materi itu benar-benar telah menguasai sebagian dari inti materi tersebut. Akan tetapi jika peserta diskusi yakni anak didik tidak paham akan hal tersebut maka bisa dipastikan diskusi tersebut tidak sesuai yang diharapkan dalam pembelajaran.

7. Metode Demonstrasi dan Eksperimen
Metode Demontsrasi dan Eksperimen adalah suatu cara penyajian pelajaran dengan penjelasan lisan disertai perbuatan atau memperlihatkan sesuatu proses tertentu yang kemudian diikuti atau dicoba oleh peserta didik untuk melakukannya. Dalam Demonstrasi, guru atau peserta didik melakukan suatu proses yang disertai penjelasan lisan. Setelah guru atau peserta didik meragakan suatu demonstrasi tersebut, selanjutnya di eksperimenkan oleh peserta didik yang lainnya
8. Metode Kelompok
Metode Kerja kelompok adalah suatu cara penyajian pelajaran dengan cara peserta didik mengerjakan sesuatu tugas dalam situasi kelompok dibawah bimbingan guru.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalm pelaksanaan metode kerja kelompok, yaitu:
a) menentukan kelompok;
b) pemberian tugas-tugas kepada kelompok;
c) pengerjaan tugas pada masing-masing kelompok, dan
d) penilaian.
Kelebihan : melatih dan menumbuhkan rasa kebersamaan dan toleransi, adanya kerjasama yang saling menguntungkan antara individu dalam kelompok, menumbuhkan rasa ingin maju dan persaingan yang sehat.
Kelemahan : memerlukan persiapan yang agak rumit, harus diawasi guru dengan ketat agar tidak timbul persaingan ynag tidak sehat, sifat dan kemampuan individu akan terabaikan, jika juga tidak dibatasi waktu tertentu, maka akan cenderung terabaikan.(Arief, Armai. 2002).


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sanya, setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dan tidak ada metode yang benar-benar mutlak digunakan untuk semua model pembelajaran, terkadang ada metode yang membutuhkan metode lain untuk melengkapinya. Karena seyogyanya setiap metode, teknik pelaksanaan kegiatan pengajaran, sarana dan alat yang digunakan harus dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran dengan efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Ramayulis, (1990) Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Lilih Bukit Karo-Karo, Ibn S, (1981) Metodologi Pengajaran, Salatiga: Saudara
Depag RI,( 2001) Metodologi Pendidikan Agama Islam,Jakarta: Depag RI
Siregar, Marasudin, (2003) Metodologi Pengajaran Agama (MPA), Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
http://jailani-putra.blogspot.com/2011/12/kontribusi-pondok-pesantren-dalam.html ‎Minggu, ‎November ‎02, ‎2014, ‏‎8:18:12 PM