Monthly Archives: September 2014

TELAAH KURIKULUM “PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)”

Standar

TELAAH KURIKULUM
“PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)”

Oleh :

I R M A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (1.2)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil yang berjumlah sekitar 17.500. Penduduk Indonesia berdasarkan pada Sensus Penduduk tahun 2010 berjumlah lebih dari 238 juta jiwa. Keragaman yang menjadi karakteristik dan keunikan Indonesia adalah antara lain dari segi geografis, potensi sumber daya, ketersediaan sarana dan prasarana, latar belakang dan kondisi sosial budaya, dan berbagai keragaman lainnya yang terdapat di setiap daerah. Keragaman tersebut selanjutnya melahirkan pula tingkatan kebutuhan dan tantangan pengembangan yang berbeda antar daerah dalam rangka meningkatkan mutu dan mencerdaskan kehidupan masyarakat di setiap daerah.
Terkait dengan pembangunan pendidikan, masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah. Begitu pula halnya dengan kurikulum sebagai jantungnya pendidikan perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: 1. Pasal 36 Ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. 2. Pasal 36 Ayat (3) menyebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilainilai kebangsaan. 3. Pasal 38 Ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
Kurikulum merupakan komponen sistem pendidikan yang paling rentan terhadap perubahan. Paling tidak ada tiga faktor yang membuat kurikulum harus selalu dirubah atau diperbaharui. Pertama, karena adanya perubahan filosofi tentang manusia dan pendidikan, khususnya mengenai hakikat kebutuhan peserta didik terhadap pendidikan/pembelajaran. Kedua, cara karena cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga subject matter yang harus disampaikan kepada peserta didik pun semakin banyak dan berragam. Ketiga, adanya perubahan masyarakat, baik secara sosial, politik, ekonomi, mau pun daya dukung lingkungan alam, baik pada tingkat lokal maupun global.
Karena adanya faktor-faktor tersebut, maka salah satu kriteria baik buruknya sebuah kurikulum bisa dilihat pada fleksibilitas dan adaptabilitasnya terhadap perubahan. Selain itu juga dilihat dari segi kemampuan mengakomodasikan isu-isu atau muatan lokal dan isu-isu global. Hal ini diddasarkan pada kenyataan bahwa pendidikan harus mampu mengantarkan peserta didik untuk hidup pada zaman mereka, serta memiliki wawasan global dan mampu berbuat sesuai dengan kebutuhan lokal.
Untuk dapat menuju pada karakteristik kurikulum ideal tersebut maka proses penyusunan kurikulum tidak lagi selayaknya dilakukan oleh Negara dan diberlakukan bagi seluruh satuan pendidikan tanpa melihat kondisi internal dan lingkungannya. Kurikulum henaknya disusun dari bawah (bottom up) oleh setiap satuan pendidikan bersama dengan stakeholder masing-masing.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2. Model Konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
3. Prinsip – prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
4. Acuan Operasional Penyusunan KTSP
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2. Untuk mengetahui Model Konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
3. Untuk mengetahui Prinsip – prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
4. Untuk mengetahui Acuan Operasional Penyusunan KTSP

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengembngan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi.
Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulumberusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. yang di dalamnya memuat ketentuan mengenai delapan standar, yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.mengacu untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. Namun demikian, tidak berarti sekolah bebas tanpa batas untuk mengembangkan kurikulumnya. Dalam pelaksanaannya tetap berpegang atau merujuk pada prinsip-prinsip dan rambu-rambu operasional standard yang dikembangkan oleh pemerintah, serta merujuk pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standard Isi (SI) yang telah ditetapkan melalui Permen Nomor 23 Tahun 2006 untuk Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen Nomor 22 Tahun 2006 untuk Standar Isi.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:
• kerangka dasar dan struktur kurikulum,
• beban belajar,
• kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
• kalender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.

B. Model Konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Dalam khazanah literatur kurikulum, setidaknya dikenal ada empat model konsep kurikulum yaitu model kurikulum subjek akademik, model kurikulum personal, model kurikulum rekonstruksi sosial, dan model kurikulum teknologis. Kurikulum subjek akademik berorientasi pada pembentukan manusia intelek. Materi pelajaran berupa ilmu pengetahuan, sistem nilai yang dianggap baik dan harus disampaikan secara turun temurun. Proses pendidikan adalah upaya transfer ilmu pengetahuan masa lampau yang dianggap baik. Keberhasilan pendidikan dilihat dari sejauh mana siswa menguasai bahan ajar yang dipalajarinya.
Model kurikulum personal yaitu kurikulum yang berorientasi pada pengembangan potensi siswa secara maksimal. Dalam kurikulum ini tidak ada materi standar, karena materi disesuaikan dengan kebutuhan dan minat anak. Proses pembelajaran lebih banyak upaya pembimbingan anak untuk menyalurkan minat dan perhatiannya. Evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana siswa merasa senang dalam menjalani aktivitas.
Kurikulum rekonstruksi sosial, adalah model kurikulum yang berorientasi pada kepedulian sekolah untuk memecahkan permasalahan yang ada di masyarakat. Isi pendidikan berupa permasalahan yang ada di masyarakat, untuk selanjutnya dibahas dan dipecahkan dengan menggunakan khasanah keilmuan yang ada yang dipandang relevan untuk memecahkan masalah. Metode pembelajaran lebih banyak pada upaya diskusi dan penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan siswa dalam proses pemecahan masalah dan sejauh mana masalah mampu dipecahkan dalam proses pembelajaran.
Terakhir model kurikulum teknologis, yaitu kurikulum yang didasarkan pada penggunaan metode ilmiah dalam penyusunan kurikulum dan isi kurikulum adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus dikuasai untuk menghadapi kehidupan. Isi pendidikan menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, proses pendidikannya berupa transfer IPTEK, sedang evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana IPTEK mampu dikuasai oleh siswa. Ada dua jenis teknologi yang digunakan dalam jenis kurikulum ini yaitu teknologi perangkat lunak dan teknologi perangkat keras.
Model konsep kurikulum yang manakah yang menjadi dasar pijakan kurikulum KTSP? KTSP, pada dasarnya merupakan penyempurnaan model dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang diujicobakan oleh Depdiknas secara nasional. KBK itu sendiri adalah kurikulum yang berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah salah satu jenis dari model konsep kurikulum teknologis. Dengan demikian KTSP menggunakan model konsep kurikulum teknologis.
Meskipun konsep kurikulum teknologis menjadi tulang punggung pengembangan KTSP, tapi tidak berarti nilai esensial dari model konsep kurikulum lainnya diabaikan. Karakter yang ada pada model konsep lainnya tetap ada, hanya tidak dominan. Karena dalam realitas, konsep-konsep tersebut saling melengkapi.

C. Prinsip – prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus: prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum.
Sedangkan acuan operasional penyusunan KTSP harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1) Peningkatan iman dan taqwa seta ahlak mulia
2) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.
3) Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
4) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
5) Tuntutan dunia kerja
6) Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni
7) Agama
8) Dinamika perkembangan global
9) Persatuan nasinal dan niai-nilai kebangsaan
10) Kondisi sosal budaya masyarakat setempat
11) Kesetaraan gender
12) Karaktrsitik satuan pendidikan.
Secara lebih khusus, KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum sebagai berikut :
a. Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan Kepentingan Siswa dan Lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa siswa memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi siswa disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa.
b. Berahan dan Terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik siswa, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggapa terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar siswa untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan Kebutuhan Kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan Berkesinambung
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar Sepanjang Hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan siswa yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara Kepentingan Nasional dan Kepentingan Daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

D. Acuan Operasional Penyusunan KTSP
Acuan operasional penyusunan KTSP harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia.
b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.
c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
d. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
e. Tuntutan dunia kerja.
f. Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
g. Agama
h. Dinamika perkembangan global.
i. Persatuan nasional dan niai-nilai kebangsaan.
j. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
k. Kesetaraan gender.
l. Karakteristik satuan pendidikan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP, maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat
Kurikulum merupakan komponen sistem pendidikan yang paling rentan terhadap perubahan. Paling tidak ada tiga faktor yang membuat kurikulum harus selalu dirubah atau diperbaharui. Pertama, karena adanya perubahan filosofi tentang manusia dan pendidikan, khususnya mengenai hakikat kebutuhan peserta didik terhadap pendidikan/pembelajaran. Kedua, cara karena cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga subject matter yang harus disampaikan kepada peserta didik pun semakin banyak dan berragam. Ketiga, adanya perubahan masyarakat, baik secara sosial, politik, ekonomi, mau pun daya dukung lingkungan alam, baik pada tingkat lokal maupun global.

DAFTAR PUSTAKA
• Depertemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Jakarta : sekretaris jendral
• ——–2003, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
• Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2007.
• Surya Dharma, MPA., Ph.D, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp) Direktorat Tenaga Kependidikan, Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, 2008

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM “Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam di Mataram”

Standar

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
“Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam di Mataram”

SEMESTER V (LIMA)
Oleh :

I R M A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (1.2)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia. Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M.
Masa kerajaan Islam merupakan slah satu dari periodesasi perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, sebab sebagaimana lahirnya kerajaan Islam yang disertai dengan berbagai kebijakan dari penguasaannya saat itu, sangat mewarnai sejarah Islam di Indonesia terlebih-lebih agama Islam juga panah dijadikan resmi negara adalah kerajaan pada saat itu.
Perjalanan sejarah pendidikan islam di Indonesia, tentu saja kita tidak bisa menyampingkan bagaimana kerajaan Islam itu sendiri pada masa kerajaan islam ini.
Di Indonesia , Islam diperkenalkan dengan berbagai saluran, dengan pola dan cara-cara yang damai, selanjutnya disebarkan dengan cara yang sama pula, yaitu degan cara yang damai, yang tentunya membutuhkan kemampuan tersendiri bagi para penyebarnya. idak pernah tercatat dalam sejarah bahwa di Indonesia ada orang yang dipaksa menganut agama Islam.
B. Rumusan masalah
1. Biografi singkat Kerajaan Mataram
2. Pendidikan dan Pengajaran Islam masa Kerajaan Mataram
3. Keadaan Mataram setelah pemerintahan Sultan Agung
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui biografi Kerajaan Mataram
2. Mengetagui Pendidikan dan Pengajaran Islam masa Kerajaan Mataram
4. Mengetahui Keadaan Mataram setelah pemerintahan Sultan Agung

BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Kerajaan Mataram
Sutowijoyo yang telah berhasil meruntuhkan Pajang mengangkat dirinya menjadi raja Mataram (1586-1601) dengan gelar Penambahan Sinapati Sayidin Panotogomo (yang dipertuan mengatur agama) dengan ibu kotanya kota Gede. Nampaknya banyak tantangan yang dihadapi, lebih-lebih oleh karena ia menunjukkan politik expansinya. Daerah-daerah yang dulunya berada di bawah pengaruh Pajang satu demi satu ingin melepaskan diri dari ikatan Mataram. Maka untuk memperkuat diri terpaksa Penambahan Sinapati mengadakan peperangan yang lama.
Peperangan yang pertama terjadi dalam tahun 1586 yaitu dengan Surabaya. Sarabaya tidak ditundukkan tetapi bersedia mengakui kekuasaan Sinapati.Pada tahun 1586 Sinapati menghadapi perlawanan kuat dari Madium dan Ponorogo. Mataram mendapat kemenangan. kemudian tahun 1587 ia menggempur Pasuruan, Panarukan dan Blambangan yang masih tetap belum islam, tetapi belum berhasil.Tahun 1595 ia berhasil memaksa Cirebon dan Galuh mengakui kekuasaannya.
Pajang, Demak serta daerah-daerah pantai utara, Jawa mengadakan pemberontakan, tetapi Penembahan Sinapati dapt berhasil memadamkannya. Cita-cita dan usahanya untuk mempersatukan seluruh Jawa di bawah kuasa Mataram belum berhasil. Sinapati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di kota Gede. Ia telah berhasil meletakkan dasar-dasar kerajaan Mataram.
Penembahan Sinapati kemudian digantikan oleh Mas Jolong atau Penembahan Seda Ing Krapyah dengan gelar Sultan Anyokrowati (1601-1613). Pada masa itu keadaan Mataram goncang. Demak dan Ponorogo berontak, tetapi Sultan dapat mengatasinya. Kemudian tahun 1612 Surabaya tidak bersedia lagi mengakui kedaulatan Mataram. Akhirnya Sultan menduduki Mojokerto, merusak Gresik dan membakar desa-desa sekitar Surabaya, namun Surabaya tetap bertahan. Sultan mengalami kegagalan yang kemudian disusul oleh wafatnya pada tahu 1613.

B. Pendidikan dan Pengajaran Islam masa Kerajaan Mataram
Penggunaan gelar Sayidin Panatagama oleh Senapati menunjukkan bahwa sejak awal berdirinya Mataram telah dinyatakan sebagai Negara yang bercorak Islam. Raja berkedudukan sebagai pemimpin dan pengatur agama. Kedudukan kepemimpinan agama tersebut kemudian diperjelas lagi dengan tambahan gelar kalipatullah, wali Tuhan di dunia.
Mataram menerima agama dan peradaban islam dari kerajaan-kerajaan islam pesisir yang lebih tua. Misalnya Sunan Kalijaga mempunyai pengaruh yang sangat besar di Mataram. Tidak saja sebagai pembimbing agama, tetapi Senapati juga memandangnya sebagai pembimbing rohani di bidang politik.
Islam dikembangkan oleh guru-guru agama atau orang-orang saleh melalui lembaga-lembaga pendidikan agama yamg disebut pesantren. Sejak abad ke-17 pesantren nampak berkembang semakin pesat di daerah-daerah pedalaman.
Para penguasa Mataram mengizinkan perkembangan Islam melalui pesantren-pesantren tersebut. Secara politis memiliki dua tujuan :
1. Untuk mengambil hati pemimpin keramat Islam di Gresik, Sunan Giri, yang memiliki pengaruh yang besar terhadap raja-raja Islam di Jawa Timur, bahkan sampai di Maluku. Pesantren juga merupakan pusat-pusat jaringan ekonomi dan komunikasi yang melibatkan desa dan masyarakat sekelilingnya.
2. Karena pesantren itu sendiri tidak memiliki organisasi yang menyatukannya, maka Mataram memandang penyebaran Islam melalui pesantren tidak berbahaya.
Setelah pertengahan abad ke-17 ketika Islam telah jauh menembus pedalaman mulai terasa sebagai ancaman terhadap politik Mataram. Setelah itulah Amangkurat mulai mencurigai para ulama Islam.
Pigeaud dan De Graaf berusaha menjelaskan keterbelekangan Mataram di bidang kebudayaan tersebut ataas dasar dua alasan, antara lain :
1. Para pendiri Mataram belum punya waktu untuk memikirkan hal-hal spiritual , seluruh perhatiannya lebih tercurah pada soal pembukaan dan pemanfaatan sumber daya alam demi kemajuan ekonomi dan strategi pertahanan.
2. Penanaman kekuasaan politik ternyata hanya dapat dilakukan dengan kekuatan senjata. Karenanya masa pemerintahan raja-raja pertama Mataram hanya dihabiskan dalam peperangan.
Baru setelah pemerintahan Sultan Agung (1613) berkuasa, terjadi beberapa macam perubahan. Sultan agung setelah mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerah-daerah yang lain, sejak tahun 1630 M mencurahkan perhatiannya untuk membangun negara, seperti menggalakkan pertanian, perdagangan dengan luar negeri dan sebagainya, bakan pada zaman Sultan Agung juga kebudayaan, kesenian dan keesusasteraan sangat maju.
Atas usaha dan kebijaksanaan dari Sultan Agung lah kebudayaan lama yang berdasarkan Indonesia asli dan Hindu dapat diadaptasikan dengan agama dan kebudayaan Islam, seperti:
a. Gerebeg di sesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan Maulid Nabi.
b. Gamelan sekaten yang hanya dibunyikan pada gerebeg mulud, atas kehendak Sultan Agung dipukul di halaman masjid besar
c. Karena hitungan tahun Saka (hindu) yang dipakai di Indonesia (Jawa) berdasarkan hitungan perjalanan matahari, berbeda dengan tahun Hijriah yang berdasarkan perjalanan bulan, maka pada tahun 1633 M atas perintah Sultan Agung, tahun saka yang telah berangka 1555 saka tidak lagi ditambah dengan hitungan matahari, melainkan dengan perjalanan bulan (sesuai dengan tahun Hijrah). Tahun tersebut kemudian dikenal dengan tahun Jawa dan masih dipergunakan sampai sekarang.
Selain itu, Sultan Agung memerintahkan di tiap ibukota kabupaten didirikan sebuah masjid besar, sebagai induk dari seluruh masjid dalam kabupaten tersebut dan pada tiap ibukota distrik sebuah mesjid Kawedanan. Begitu pula di desa juga didirikan masjid desa. Masjid besar dikepalai oleh seorang penghulu dan dibantu oleh 40 orang pegawainya. Masjid Kawedanan dipimpin oleh naib, dan dibantu 11 pegawainya. Sedang masjid desa dikepalai oleh modin (kayim, kaum) dengan 4 orang pembantunya. Penghulu adalah kepala urusan penyelenggaraan Islam di seluruh daerah kabupaten. Pegawai penghulu sendiri dibagi menjadi 4 golongan (bendahara, ketib/khatib, modin/muadzin, merbot). Wilayah suatu daerah dibagi atas beberapa bagian sebagai usaha untuk memajukan pendidikan dan pengajaran Islam. Pelaksanaannya di tiap-tiap bagian dipercayakan kepada beberapa orang Ketib dan dibantu oleh beberapa orang modin
Pada zaman kerajaan Mataram, pendidikan sudah mendapat perhatian sedemikian rupa, seolah-olah tertanam semacam kesadaran akan pendidikan pada masyarakat kala itu. Meskipun tidak ada semacam undang-undang wajib belajar, tapi anak-anak usia sekolah tampaknya harus belajar pada tempat-tempat pengajian di desanya atas kehendak orang tuanya sendiri.
Ketika itu hampir disetiap desa diadakan tempat pengajian alquran, yang diajarkan huruf hijaiyah, membaca alquran, barzanji,, pokok dan dasar-dasar ilmu agama Islam dan sebagainya. Adapun cara mengajarkannya adalah dengan cara hafalan semata-mata. Di setiap tempat pengajian dipimpin oleh guru yang bergelar modin.
Selain pelajaran alquran, juga ada tempat pengajian kitab, bagi murid-murid yang telah khatam mengaji alquran. Tempat pengajianya disebut pesantren. Para santri harus tinggal di asrama yang dinamai pondok, di dekat pesantren tersebut.
Adapun cara yang dipergunakan untuk mengajar kitab ialah dengan sistem sorogan, seorang demi seorang bagi murid-murid permulaan, dan dengancara bendungan (halaqah) bagi pelajar-pelajar yang sudah lamadan mendalam keilmuanya.
Sementara itu pada beberapa daerah Kabupaten diadakan pesantren besar, yang dilengkapi dengan pondoknya, untuk kelanjutan bagi santri yang telah menyelesaikan pendidikan di pesantren-pesantren desa. Pesantren ini adalah sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi.
Kitab-kitab yang diajarkan pada pesantren besar itu ialah kitab-kitab besar dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan kata demi kata kedalam bahasa daerah dan dilakukan secara halaqah. Bermacam-macam ilmu agama telah diajarkan disini, seperti: fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf dan sebagainya. Selain pesantren besar, juga diselenggarakan semacam pesantren takhassus, yang mengajarkan satu cabang ilmu agama dengan cara mendalam atau spesialisasi.

C. Keadaan Mataram sesudah Sultan Agung
Mataram di bawah raja-raja pengganti Sultan Agung nampak mengalami kemunduran. Kekuatan Mataram makin berkurang sebagai akibat terjadinya perselisihan di antara keturunan Sultan Agung yang saling memperebutkan takhta kerajaan. Konflik yang terjadi berkepanjangan sehingga mengundang intervensi dari pihak lua, ialah dari pihak Belanda (VOC). Mekanisme dari pergantian takhta menjadi semakin tergantung dari pihak Belanda tang mensuplai senjata dan militer bagi calon raja yang meminta bantuan Belanda.Sebagai imbalan ganti rugi biasanya Belanda memperoleh sebagian wilayah kerajaan serta hak-hak ekonomi seperti kebebasan berdagang di seluruh wilayah kerajaan serta dibebaskan dari pembayaran bea bagi barang-barang yang dimasukkan di Mataram. Kendati wilayah Mataram yang merupakan hasil perjuangan Sultan Agung yang awalnya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat, di bawah penggantinya berangsur-angsur mulai menyempit.
Kemunduran pendidikan mulai terjadi pada zaman pemerintahan Kartasura kerajaan menjadi terbatas sekali. Lapangan pengajaran dan pendidikan diurus oleh masyarakat sendiri, tidak oleh pemerintah raja-raja. Mungkin ini juga merupakan salah satu sebab tidak adanya kemajuan dari pondok pesantren. Pemerintah kerajaan tidak berkuasa lagi untuk memajukan, sedangkan pemerintah Belanda menghalang-halangi. Tetapi meskipun demikian di kerajaan Mataram tidak sedikit orang-orang yang dapat membaca dan menulis dengan huruf Jawa. Kebanyakan mereka berusaha sendiri. Para raja-raja mengenal kesusastraan dan bahasa Jawa. Beberapa raja ada yang mengarang buku yang berisi pendidikan pula. Di dalam lingkungan kraton oleh raja diperintahkan untuk mempelajari bahasa dan kesusastraan yang umumnya disebut pujangga, antara lain :
1. Sultan Agung pengarang Niti Sastra
2. Paku Buana ke IV pengarang Wulang Reh
3. Mangkunegara ke IV pengarang Wedatama
Bukan hanya itu tetapi Mangkunegara juga memakai istilah pada pendidikan-pendidikan yang lain (pengganti kehendak bersatu dengan Tuhan), di antaranya :
1. Pendidikan jasmani bertuan memelihara kesehatan dan kekuatan badan sehingga selalu siap sedia untuk melaksanakan perintah jiwa. Manusia harus selalu waspada, jangan sampai jasmani menguasai jiwa. Untuk mencapai ini manusia harus dapat menguasai hawa nafsunya.
2. Pendidikan kecerdasan. Pikiran bermaksud menhimpun ilmu pengetahuan, dengan ini dpat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang nyata dan tidak nyata, Manusia harus bertindak menurut pikiran yang benar.
3. Pendidikan keindahan dan kesusilaan bermaksud melihat rasa, supaya dapat menyalami keindahan yang akan mempengaruhi rasa kesusilaan. Kalau pikiran yang cerdas dan perasaan yang halus bersatu, maka persatu-paduan cipta dan rasa ini akan menimbulkan tindakan yang baik dan adil.
4. Pendidikan jiwa bemaksud melatih kehendak dan mengarahkan kepada keluhuran. Sebagai puncak keluhuran ialah mempersatukan dengan Tuhan (Pendidikan ketuhanan).
Mangkunegara IV mengetahui pula bahwa contoh merupakan alat pendidikan yang utama. Maka kepada para pemuda dianjurkan mempelajari sejarah dari nwnwk moyang yang telah berjasa. Seperti Penambahan Senopati yang membentuk kerajaan Mataram. Mangkunegara mempunyai rasa kebangsaan yang besar.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu hal yang amat penting dalam menentukan maju-mundurnya suatu peradaban dan bengsa. Kegiatan pendidikan, pada umumnya, sudah dimulai sejak zaman dahulu, dan tentunya telah mengalami berbagai macam perubahan, baik yang diakibatkan oleh dinamika pemikiran, maupun dinamika social-politik pada tempat dan waktu yang tertentu, begitu pun halnya dengan masa kerajaan Mataram.

DAFTAR PUSTAKA

Musa, Abd.Rahman, 1983. Sejarah dan Kebudaan Jilid 3. Ujung Pandang : IAIN “ALAUDDIN”
Sewang, Ahmad M. 2010. Sejarah Islam di Indonesia. Makassar : UIN Alauddin Makassar
Daliman, A. 2012. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta : Ombak
Agung S, Leo. 2012. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta : Ombak