QADARIYAH DAN JABARIYAH
Makalah
Sejarah dan Pemikiran dalam Islam
Oleh
I R M A
80200216023
Dosen Pemandu:
Prof. Darussalam, M.Ag.
Dr. H. Muhammad Amri, Lc. M.Ag.
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Pembahasan ilmu kalam sebagai hasil pengembangan masalah keyakinan agama belum muncul di zaman Nabi. Umat di masa itu menerima sepenuhnya penyampaian Nabi. Mereka tidak mempertanyakan secara filosofis apa yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman, mereka langsung bertanya kepada Nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal itu berubah setelah Nabi wafat. Nabi tempat bertanya sudah tidak ada. Pada waktu itu pengetahuan dan budaya umat semakin berkembang pesat karena terjadi persentuhan dengan berbagai umat dan budaya yang lebih maju. Penganut Islam sudah beragam dan sebagiannya telah menganut agama lain dan memiliki kebudayaan lama. Hal-hal yang diterima secara imānī mulai dipertanyakan dan dianalisa.
Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam semesta termasuk di dalamnya perbuatan manusia itu sendiri. Tuhan juga bersifat Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang bersifat mutlak dan absolut. Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya? Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan yang absolut?[1]
- Rumusan masalah
- Apa pengertian jabariah dan qadariah?
- Apa yang melatarbelakangi munculnya aliran jabariah dan qadariah?
- Bagimana argumen aliran Jabariah dan Qadariah?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Jabariah dan Qadariah
- Pengertian Jabariah
Kata jabariyyah berasal dari kata “jabara” yang mengandung arti “memaksa”.kalau dikatakan bahwa Allah mempunya sifat Al Jabbar (dalam mubalagah), itu artinya Allah Maha Memaksa.[2] Di dalam Al-Munjid dijelaskan bahwa nama jabariyyah berasal dari kata jabara yang mengandung ari memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat Al-Jabbar (dalam bentuk muba artlagah). Itu artinya Allah Maha Memaksa. Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan bahwa paham al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa Inggris, jabariyyah disebut fatalism, yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula[3]
Kemudian nantinya paham Jabariyah yang dikemukakan oleh Jaham Ibn Safwan itu adalah paham jabariyah ekstrim. Sementara itu paham jabariyah
yang moderat, seperti yang diajarkan oleh Husain Ibn Muhammad al-Najjar dan Dirar bin Amr.[4]
- Pengertian Qadariah
Qadariyyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qadariyyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Ia dapat berbuat segala sesuatu atau meninggalkannyaatas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang member penekanan atas kebebasan dan kekuasaan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.[5]
Harun nasution dalam bukunya menjelaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada ketetapan Tuhan, dalam istilah Inggrisnya paham ini dikenal dengan free will dan free act.[6]
Latar Belakang munculnya Jabariah dan Qadariah
- Latar belakang munculnya Jabariyah
Aliran Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya aliran Qadariah, yang daerah tempat timbulnya juga tidak berjauhan. Aliran Jabariah timbul di Khurasan Persia, dan Qadariyah di Irak.[7]
Faham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’ad bin Dirham kemudian di sebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam. Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiah dalam kalangan Murji’ah. Ia adalah sekertaris Suraih bin al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawaan kekuasaan Bani Umayyah. Namun dalam perkembangannya, faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya Al-Husain bin Muhammad, An-Najjar dan Ja’d bin Dirham.[8]
Jahm bin Shafwan terkenal sebagai orang tekun dan rjin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik adalah bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya, tidak ada ikthiar dan tidak ada kasab. Semua perbuatan manusia itu terpaksa di luar kemauannya.[9]
Masuknya pemeluk-pemeluk agama lain ke dalam Islam yang jiwanya tetap dipengaruhi oleh unsur-unsur agama mereka yang telah mereka tinggalkan, lahirlah kebebasan berbicara tentang masalah-masalah yang didiamkan oleh ulama salaf. Segolongan umatmuslim memperkatakan masalah qadar, seperti Ma’bad Al-Juhani, Ghailan Ad Dimasyiqy, dan Ja’ad Ibn Dirham. Mereka inilah tokoh-tokoh Qadariah yang pertama.[10]
Mengenai munculnya aliran al-jabar ini, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Di antara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.[11]
Harun Nasution dalam hal ini menjelaskan bahwa bangsa Arab dengan keadaan yang bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanah dan gunungnya yang gundul, Dalam dunia yang demikian, mereka tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghadapi kesukaran hidup yang timbul. Dalam kehidupan banyak bergantung pada kehendak natur.[12]
Sebenarnya benih-benih paham al-jabar sudah muncul jauh sebelum tokoh-tokoh di atas. Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini.[13]
- Suatu ketika nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan. Nabi saw. melarang mereka memperdebatkan persoaalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penefsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
- Khalifah Umar bin Khattab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika diintrogasi, pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri.” Mendengar ucapan itu Khalifah Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada Tuhan. Oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama, huku an potong tangan karena mencuri. Kedua, hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
- Khalifah Ali bin Abi Thalib sesuai Perang Shiffin ditanya oleh seorang tua tentang qadar (ketentuan) Tuhan dalam kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tua itu bertanya, “Bila perjalanan (menuju Perang Siffin) itu terjadi qadha dan qadar Tuhan, tak ada pahala sebagai balasannya.” Ali menjelaskan bahwa qadha dan qadhar itu bukan paksaan Tuhan. Ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Sekiranya qadha dan qadhar itu merupakan paksaan, batallah pahala dan siksa, gugur pulalah makna janji dan ancaman Tuhan, serta tidak ada celaan Allah atas perlakuan dosa dan pujian-Nya bagi orang-orang yang baik.
- Para pemerintah Daulah Bani Umayyah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abbas, melalui suratnya, memberikan reaksi keras kepada penduduk Syiria yang diduga berpaham Jabariyah.
Paparan di atas menjelaskan bahwa bibit paham Jabariyah telah muncul sejak awal periode Islam. Namun, al-jabar sebagai suatu pola piker atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan, baru terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, yakni oleh Ja’d bin Dirham dan Jahm bin Shafwan dan di kembangkan Al-Husain bin Muhammad, An-Najjar dan Ja’d bin Dirham.
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen mazhab Yacobit. Namun, tanpa pengaruh asing itu, faham Jabariyah akan muncul juga di kalangan umat Islam.[14]
- Latar belakang munculnya Qadariyah
Qadariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70 H/689 M. dipimpin oleh Ma’bad al-Juhni al-Bisri dan Ja’ad bin Dirham, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705).[15]
Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali muncul oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernahh berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, seperti dikutip Ahmad amin, member informasi lain bahwa yang pertama sekali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang Irak yang dimaksud , sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai, adalah Susan. Faham Qadariyah terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik yang ditulis oleh Hasan Al-Basri sekitar 700 M. Hasan Al-Basri (642-728) adalah anak seorang tahanan di Irak. Ia lahir di Madinah, tetapi pada tahun 657., pergi ke Basrah dan tinggal di sana sampai akhir hayatnya. Apakah ia seorang Qadariyah atau bukan masih menjadi perdebatan, namun berdasarkan catatannya yang terdapat dalam kitab Risalah ini ia percaya bahwa manusia dapat memilih secara bebas antara berbuat baik atau buruk.[16]
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul baiknya bila meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peneliti yang sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini. Karena penganut Qadariyah saat itu banyak sekali. Sebagian terdapat di Irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Basri. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang Kristen dari Irak yang telah masuk Islam pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad dan Ghailan. Sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh pengaruh orang Kristen yang bekerja di istana khalifah.[17]
Jika ditinjau dari segi politik, latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggap kejam. Apabila paham Jabariyah menganggap bahwa Khalifah Bani Umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah swt. maka paham Qadariyah mau membatasi qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa Allah swt. itu adil Allah akan menghukum orang yang bersalah dan member pahala kepada orang yang berbuat baik.
Pada masa itu ajaran Qadariyah mendapat pengikut yang cukup, sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan ketertiban umum. Ma’bad al-Juhni dan beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum bunuh diri di Damaskus (80 H/690 M).oleh al-Hajj Gubernur Basrah, karena ajaran-ajarannya[18]
- Ajaran Qadariyah dan Jabariyah
Baik Qadariyah maupun Jabariyah memiliki argumen-argumen yang dengan argumen tersebut, mereka mempertahankan paham dan aliran mereka masing-masing. Argumen-argumen tersebut ada yang berdasarkan nash-nash atau dalil-dalil naqli dan berbagai argumen yang bersifat rasional atau dalil-dalil ‘aqli.
- Jabariyah
Paham jabariyah memandang manusia tidak dalam keadaan terpaksa. dan mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Penyebar pertama ajaran ini memandang manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Ia tidak mempunyai daya, kekuasaan, kemauan, dan pilihan. Manusia berbuat secara terpaksa . Allah-lah pencipta tindakannya. Jabariyah memandang manusia berada dalam pposisi yang sangat lemah. Perbuatan-perbuatan manusia adalah hal-hal yang harus dilakukan dan dilalui oleh manusia tanpa diperlukan mereka memainkan peran. Bahkan diakui secara tegas bahwa perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan dan manusia hanya tempat berlakunya perbuatan dan ciptaannya[19]
Golongan Jabariah membantah pendapat bahwa seorang hamba, bebas melakukan perbuatan-perbuatannya yang ditimbulkan oleh ilmu dan kemauannya. Golongan jabariah berpendirian bahwa manusia dalam segala kehendak perbuatannya tak ubahnya seperti ranting-ranting pohon kayu yang bergerak lantaran terpaksa belaka.[20]
Jahm bin Shofwan berpendapat mengenai paham Jabariyah adalah:
“Manusia tidak mempunyai qadrat untuk berbuat sesuatu, dan dia tidak mempunyai “kesanggupan”Dia hanya terpaksa dalam semua perbuatannya. Dia tidak mempunya qodrat dan ikhtiar, melainkan Tuhan-lah yang menciptakan perbuatan-perbuatan pada diriny, seperti ciptaan-ciptaan Tuhan pada benda-benda mati. Memang perbuatan-perbuatan itu dinisbatkan kepada orang tersebut, tetapi itu hanyal nisbah majazi, secara kiasan, sama halnya kalau kita menisbahkan sesuatu perbuatan kepada benda-benda mati, misalnya dikatakan “pohon itu berbuah”atau “air mengalir”, “batu bergerak”, “Matahari terbit dan tenggelam”. “langit mendung dan menurunkan hujan”.”bumi bergoncang dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, dan lain sebagainya. Pahala dan siksa pun adalah paksaan, sebagaimana halnya dengan perbuatan-perbuatan”. Jaham berkata: “Apabila paksaan itu telah tetap maka taklif adalah paksaan juga ”.[21]
Jaham dan kawan-kawannya memperkuat pendapat mereka tentang “paksaan” itu dengan mengemukakan ayat-ayat yang mereka pandang dapat memperkuatnya, misalnya:
- Al-Qashas: 58
öNx.ur $uZò6n=÷dr& `ÏB ¥ptös% ôNtÏÜt/ $ygtGt±ÏètB ( ù=ÏFsù öNßgãYÅ3»|¡tB óOs9 `s3ó¡è@ .`ÏiB óOÏdÏ÷èt/ wÎ) WxÎ=s% ( $¨Zà2ur ß`øtwU úüÏOͺuqø9$# ÇÎÑÈ
- Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang Telah kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; Maka Itulah tempat kediaman mereka yang tiada di diami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian kecil. dan kami adalah Pewaris(nya).[22]
- Yunus: 99
öqs9ur uä!$x© y7/u z`tBUy `tB Îû ÇÚöF{$# öNßg=à2 $·èÏHsd 4 |MRr’sùr& çnÌõ3è? }¨$¨Z9$# 4Ó®Lym (#qçRqä3t úüÏZÏB÷sãB ÇÒÒÈ
- Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?[23]
- Al-Baqarah: 7
zNtFyz ª!$# 4n?tã öNÎgÎ/qè=è% 4n?tãur öNÎgÏèôJy ( #n?tãur öNÏdÌ»|Áö/r& ×ouq»t±Ïî ( öNßgs9ur ë>#xtã ÒOÏàtã ÇÐÈ
- Allah Telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang amat berat.[24]
- Hud: 34
wur ö/ä3ãèxÿZt ûÓÅÕóÁçR ÷bÎ) Nur& ÷br& yx|ÁRr& öNä3s9 bÎ) tb%x. ª!$# ßÌã br& öNä3tÈqøóã 4 uqèd öNä3/u Ïmøs9Î)ur cqãèy_öè? ÇÌÍÈ
- 34. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika Aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”.[25]
- Al-An’am 111
* öqs9ur $oY¯Rr& !$uZø9¨tR ãNÍkös9Î) spx6Í´¯»n=yJø9$# ÞOßgyJ¯=x.ur 4tAöqpRùQ$# $tR÷|³ymur öNÍkön=tã ¨@ä. &äóÓx« Wxç6è% $¨B (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9 HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# £`Å3»s9ur öNèdusYò2r& tbqè=ygøgs ÇÊÊÊÈ
- Kalau sekiranya kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang Telah mati berbicara dengan mereka dan kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.[26]
- Ash-Shaffat 96
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
- Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.[27]
- Al-Anfal 17
öNn=sù öNèdqè=çFø)s? ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øÎ) |MøtBu ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4 uÍ?ö7ãÏ9ur úüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ $·Z|¡ym 4 cÎ) ©!$# ììÏJy ÒOÎ=tæ ÇÊÐÈ
- Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.[28]
- Al-Insan 30
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇÌÉÈ
- Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.[29]
Ayat-ayat tersebut terkesan membawa seseorang pada alam pikiran Jabariyah. Mungkin inilah yang menyebabkan pola pikir Jabariyah masih tetap ada di kalangan umat Islam hingga kini walaupun ajarannya telah tiada.
Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan moderat. Diantara doktrin Jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauaannya sendiri. Misalnya, kalau seorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi perbuatan yang timbulkan karena qadha dan qadhar Tuhan yang menghendaki demikian. Di antara tokoh-tokoh Jabariyah ekstrim sebagai berikut:[30]
- Jahm bin Shafwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham binShafwan. Ia berasal dari Khurasan, bertempat tinggal di Khufah, ia adalah seorang da’i yang fasih dan lincah (orator), ia menjabat sebagai sekertaris Harts bin Surais. Seorang mawali yang menentang pemerintah Bani Umayyahdi Khurasan. Ia ditawan kemudian dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan agama.
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan masalah teologi antara lain:
- Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
- Surga dan neraka tidak kekal.
- Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati.
- Kalam Tuhan adalah mahluk. Allah Mahasuci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat.
- Ja;d bin Dirham
Merupan seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani Umayyah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang Kontroversial. Bani Umayyah menolaknya, kemudian Ja’d lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengann Jahm, serta mentrasfer pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Adapun yang menjadi doktrin pokok ajaran Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm, menjelaskkan sebagai berikut:
- Al Quran adalah makhluk. Oleh karena itu, ia baru. Sesuatu yang baru tidak dapat disifatkan kepada Allah.
- Allah tidak mempunyai sifat serupa dengan makhluk sperti berbicara, melihat dan mendengar.
- Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya[31]
Berbeda dengan Jabariyah ekstrim. Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia baik perbuatan jahat atau baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia[32]
Yang termasuk dalam Jabariyah moderat adalah:
- An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H). para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Berikut pendapat-pendapatnya:
- Tuhan menciptakan segala perbuattan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Asy’ary. Dengan demikian, manusia dalam hal ini tidak lagi seperti wayang yang geraknya bergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri menusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
- Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat. akan tetapi An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
- Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan yang dikemukakakn oleh An-Najjar yaitu:
- Suatu perbuatan dapat ditimbulakan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan saja, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia mempunyai daya dalam mewujudkan perbuatannya.
- Masalah ru’yat (melihat Tuhan Di akhirat), ia mengatakan bahwa tuhan dapat dilihat melalui indera dengan indera keenam.
Ia juga menegaskan bahwa hukum yang diambil setelah Nabi adalah ijtihad. Tetapi mereka menolak hadis ahad sebagai sumber hukum.
- Qadariyah
Dalam kitab al-Milal wa an-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan pembahasan Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara keduanya kurang jelas. Karena kedua aliran ini percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.
Menurut Ghalilan, manusia berkuasa atas perbuatannya, manusia sendiri yang melakukan perbuatan baik dan buruk atas kemauannya sendiri, manusia merdeka dalam tingkah lakunya. Di sini tidak terdapat paham bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu.[33]
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa doktrin Qadariyah semua tingkah laku manusia berasal dari dirinya sendiri, dan ia berhak mendapat pahala dan hukuman atas perbuatannya sendiri, ganjaran surga dan neraka bukan takdir Tuhan, melainkan balasan dari perbuatan diri sendiri.
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarka segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Adapun ayat-ayat yang dijadikan acuuan kaum ini adalah:
- Al-Kahfi 29
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%Ï#uß 4 bÎ)ur (#qèVÉótGó¡o (#qèO$tóã &ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o onqã_âqø9$# 4 [ø©Î/ Ü>#u¤³9$# ôNuä!$yur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ
- Dan Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”. Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.[34]
- Ali-Imran 165
!$£Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ÅÁB ôs% Läêö6|¹r& $pkön=÷VÏiB ÷Läêù=è% 4¯Tr& #x»yd ( ö@è% uqèd ô`ÏB ÏYÏã öNä3Å¡àÿRr& 3 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ÖÏs% ÇÊÏÎÈ
- Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.[35]
- Ar-Ra’d 11
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷yt ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts ô`ÏB ÌøBr& «!$# 3 cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr’Î/ 3 !#sÎ)ur y#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß xsù ¨ttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrß `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ
- Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.[36]
QS.An-nisa 111
`tBur ó=Å¡õ3t $VJøOÎ) $yJ¯RÎ*sù ¼çmç7Å¡õ3t 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR 4 tb%x.ur ª!$# $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇÊÊÊÈ
- Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.[37]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aliran Jabariyah merupakan aliran yang menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur). Terbagi menjadi dua yakni jabariyah ekstrim dan moderat.disebut sebagai jabariyah ekstrim adalah karena pendapatnya bahwa perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari manusia senditi, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.sedangkan disebut sebagai jabariyah moderat adalah karena pendapatnya bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu baik atau buruk, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya.
Aliran Qadariyah merupakan suatu aliran yang mempercayai bahwasannya segala tindakan manusia tidak di intervensi oleh Tuhan, manusia adalah pencipta segala perbuatannya, dapat berbuat/meninggalkan sesuatu atas kehendaknya. Doktrin-doktrin aliran qadariyah diantaranya adalah bahwa manusia berkuasa atas perbuatannya. Manusia melakukan baik ataupun buruk atas kehendak dan daya nya sendiri.
Kedua aliran diatas sagatlah bertolak belakang dalam setiap pendapat dan doktrin-doktrinnya, dan masing-masing memiliki landasan-landasan dari Al-Qur’an yang sangat mereka yakini kebenarannya.
DAFTAR PUSTAKA
- Nasir Sahilun . Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Abduh Syeh Muhammad, Risalah tauhid (terjemahan oleh K.H. Firdaus A.N.). Jakarta: Bulan Bintanng, 1979.
Ash-Shiddieqy Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Cet. VI, Jakarta : Bulan Bintang. 1992.
Departemen Agama Repoblik Indonesia, AlQur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT Diponegoro, 2008
Nasution Harun, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 2013.
Nata Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Nurlaela Abbas, Ilmu Kalam Sebuah Pengantar, Gowa: Alauddin University Press, 2014.
Rahman Jalaluddin , Konsep Perbuatan Manusia Menurut Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Rozak Abdul, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, Bandung: Lingkar Selatan, 2007.
[1]Harun Nasutin, Teologi Islam Aliran-alliran Sejarah Anallisa Perbandingan, (Jakarta. UI-Press; 2013). h.33
[2] Nurlaela Abbas, Ilmu Kalam Sebuah Pengantar, (Gowa: Alauddin University Press, 2014), h. 114
[3] Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Lingkar Selatan, 2007), h.63
[4]Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 42.
[5] Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Lingkar Selatan, 2007), h.63
[6] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 2013), h.33
[7] Sahilun. A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 143
[8] Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Lingkar Selatan, 2007), h.64
[9] Sahilun. A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 143
[10] Hasbi Ash-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Cet. VI (Jakarta : bulan bintang. 1992), h.9
[11] Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Lingkar Selatan, 2007), h.64
[12] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 2013), h, 34
[13] Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Lingkar Selatan, 2007), h.64
[14] Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Lingkar Selatan, 2007), h.64
[15] Sahilun . A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 139
[16] Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Lingkar Selatan, 2007), h.71
[17] Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Lingkar Selatan, 2007), h.72
[18] Sahilun. A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 140
[19] Jalaluddin Rahmman, Konsep Perbuatan Manusia Menurut Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 88
[20] Syeh Muhammad Abduh, Risalah tauhid (terjemahan oleh K.H. Firdaus A.N.). (Jakarta: Bulan Bintanng, 1979), h. 46
[21] Sahilun. A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 145
[22]Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h. 392
[23] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h. 220
[24] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h. 3
[25] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h. 225
[26] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h.142
[27] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h.449
[28] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h.179
[29] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h.580
[30] Sahilun. A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 67
[31] Nurlaela Abbas, Ilmu Kalam Sebuah Pengantar, (Gowa: Alauddin University Press, 2014), h.118
[32] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 2013), h.36
[33] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 2013), h.35
[34] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h.297
[35] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h.71
[36] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h.250
[37] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Diponegoro, 2008), h.96